BERAU, Global-satu.com β Polemik ketenagakerjaan di lingkar perusahaan tambang Kampung Merancang Ulu, Kecamatan Gunung Tabur, kian memanas. Ratusan lamaran warga lokal yang menumpuk tanpa kepastian kontras dengan mudahnya pekerja dari luar kampung masuk bekerja. Kondisi ini menimbulkan kekecewaan mendalam bagi masyarakat yang merasa terpinggirkan di tanah kelahirannya sendiri.
Keluhan ini mula-mula mencuat lewat unggahan media sosial seorang warga yang menyoroti sulitnya memperoleh informasi lowongan kerja dari perusahaan tambang yang berdiri di sekitar kampung mereka. Unggahan tersebut langsung menyebar luas, menuai simpati sekaligus kritik pedas.
βInfo lowongannya seperti cari harta karun, susah sekali. Padahal perusahaan ada di kampung kita, tapi yang diterima justru orang luar,β tulisnya dalam unggahan yang dibanjiri komentar dukungan dari sesama pencari kerja.
Tak sedikit warganet yang menyindir keras sistem rekrutmen yang dinilai tidak berpihak kepada masyarakat lokal. Komentar seperti βHIDUP RING SATU hahaha ring satu jarrr nya tapi dapat debunya ajaβ hingga βBetul, kita kampung banyak banget ini ononya. Apalah daya kami orang kismin ya gitu lagβ ramai bermunculan. Ada juga yang menuliskan sindiran lain, βOrdal semakin di depan”.
Suara-suara di media sosial ini menggambarkan keresahan warga yang semakin meluas. Bukan hanya soal lamaran yang tak berjawab, tetapi juga tentang rasa ketidakadilan yang mengakar.
Tim liputan Global-satu.com kemudian menemui salah satu warga yang enggan disebutkan namanya. Ia mengaku telah memasukkan lamaran kerja sejak berbulan-bulan lalu, namun hingga kini tidak pernah mendapat panggilan, bahkan sekadar untuk wawancara.
βKalau memang perusahaan ada kesepakatan dengan LPM atas rekomendasi baru bisa kerja, kenapa pekerja dari luar bisa mulus masuk? Di sini banyak eks karyawan tambang yang perusahaannya sudah tutup, tapi tetap saja kami diabaikan,β keluhnya.
Ketua Karang Taruna Kampung Merancang Ulu, Yusuf, turut angkat bicara. Menurutnya, Karang Taruna seharusnya memiliki peran penting dalam menjembatani pemuda lokal agar bisa terserap di perusahaan. Namun kenyataannya, organisasi kepemudaan itu tak pernah dilibatkan.
βKami pernah mencoba membawa lamaran, tapi perusahaan menolak dengan alasan semua harus melalui satu pintu, yakni LPM. Padahal, Karang Taruna punya fungsi jelas dalam membantu pemerintah kampung menangani pengangguran dan persoalan sosial,β ujarnya.
Yusuf menilai, sistem rekrutmen yang tertutup hanya akan memperlebar jurang ketidakpercayaan antara perusahaan dan masyarakat. Ia juga menyoroti kuota penerimaan yang tidak transparan, sehingga warga tidak tahu posisi apa saja yang dibuka dan siapa saja yang lolos seleksi.
βKalau warga lokal tidak diberi kesempatan, dampaknya bisa menimbulkan keresahan. Jangan sampai kami hanya jadi penonton di kampung sendiri,β tegasnya.
Selain itu, kebijakan perusahaan terkait batas usia pelamar juga menuai kritik. Perusahaan diketahui hanya menerima pelamar berusia di bawah 38 tahun. Kebijakan ini membuat banyak warga berpengalaman, termasuk mantan karyawan tambang, tidak lagi punya kesempatan.
Di luar masalah ketenagakerjaan, warga juga menyoroti penggunaan jalan umum oleh perusahaan sebagai lahan parkir. Akibatnya, akses menuju pasar mengalami kerusakan dan mengganggu mobilitas masyarakat sehari-hari.
Saat dikonfirmasi, Kepala Kampung Merancang Ulu memilih untuk mengarahkan media langsung ke Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kampung Merancang Ulu.
Ditemuit tim liputan, Sekretaris LPM Merancang Ulu, Yasir Hidayat, akhirnya buka suara. Ia mengakui adanya penumpukan lamaran warga, namun menegaskan hal itu terjadi karena keterbatasan lowongan dan persyaratan administrasi yang belum terpenuhi.
βSudah ada sekitar 50 lamaran yang diterima perusahaan, sementara 150 lainnya masih tertahan. Kami tetap memprioritaskan warga kampung, tapi memang tidak semua bisa diakomodir,β ujarnya.
Yasir juga menjelaskan bahwa sebagian tenaga kerja dari luar kampung bisa masuk karena mendapatkan inormasi melalui Disnakertrans Berau.
βItu di luar kewenangan kami. Kalau lewat Disnaker infonya, kami tidak bisa melarang,β tambahnya.

Meski demikian, Yasir berharap ke depan ada pendataan tenaga kerja (manpower) yang lebih rapi dan terstruktur agar perekrutan tidak tumpang tindih. Ia juga menekankan agar perusahaan tidak mempersulit warga dalam hal administrasi maupun batasan usia.
Hingga kini, masalah tenaga kerja di lingkar tambang Kampung Merancang Ulu masih menyisakan ketidakpuasan warga. Di satu sisi, perusahaan menyebut ada aturan formal yang harus ditaati. Namun di sisi lain, warga menilai prosedur yang rumit dan tidak transparan membuat mereka tersisih.
Jika tidak ada solusi konkret, ketegangan sosial antara masyarakat dan perusahaan dikhawatirkan akan semakin memanas. Warga berharap pemerintah daerah, khususnya Disnakertrans Berau, turun tangan menjadi mediator. Sebab, lebih dari sekadar lapangan pekerjaan, masalah ini menyangkut rasa keadilan dan martabat masyarakat lokal.
Indra/Rdk