banner 728x250.

Syarifatul Sya’diyah Dorong Penguatan Good Governance Berbasis Nilai Budaya Bangsa

banner 728x250. banner 728x250.
Dilihat: 1.080 kali

Berau, Global-satu.com – Gagasan untuk mengembalikan nilai budaya bangsa sebagai roh pemerintahan menjadi bahan diskusi dalam Penguatan Demokrasi Daerah ke-9 yang digelar di Kelurahan Karang Ambun, Berau, Senin (6/10/2025) pagi.

Kegiatan yang mengusung tema “Kepemerintahan yang Baik Bersumber Nilai Budaya Bangsa” diselenggarakan oleh Hj. Syarifatul Sya’diyah, anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur dari Fraksi Golkar, sebagai wujud nyata komitmen untuk memperkuat demokrasi daerah berbasis kearifan lokal.

Dalam sambutannya, Syarifatul menjelaskan bahwa pemerintahan sejatinya bukan hanya lembaga atau struktur kekuasaan, melainkan juga proses bagaimana kekuasaan itu dijalankan. Karena itu, konsep pemerintahan yang baik (good governance) harus dipahami tidak hanya sebatas administrasi, tetapi juga menyangkut nilai-nilai budaya yang telah lama hidup di tengah masyarakat Indonesia.

Menurutnya, pemerintahan yang baik mencakup transparansi, akuntabilitas, partisipasi masyarakat, dan penegakan hukum yang adil. Namun, dalam konteks Indonesia, nilai budaya bangsa seperti gotong royong, musyawarah, keadilan sosial, kejujuran, kesederhanaan, dan toleransi menjadi elemen penting yang membedakan sistem kepemerintahan nasional dari negara lain.

“Nilai budaya bukan sekadar warisan, tapi sumber moral yang menghidupkan demokrasi. Ketika budaya dijadikan pedoman, maka arah pemerintahan akan selalu berpihak pada rakyat,” ujar Syarifatul.

Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah dalam merumuskan kebijakan. Prinsip gotong royong, katanya, harus diterjemahkan menjadi semangat kerja sama dan tanggung jawab bersama, bukan sekadar slogan seremonial. Dengan begitu, tata kelola pemerintahan dapat berjalan seimbang antara efisiensi dan keadilan sosial.

Dalam kegiatan tersebut, dua narasumber utama, Hermansyah dan Toto Marjito, turut memberikan paparan tentang penerapan nilai budaya bangsa dalam praktik birokrasi dan kebijakan publik.

Hermansyah menjelaskan, konsep good governance seharusnya tidak dilepaskan dari akar budaya bangsa. Prinsip gotong royong, menurutnya, merupakan wujud nyata partisipasi masyarakat yang dapat memperkuat hubungan antara pemerintah dan rakyat.

Ia mencontohkan bahwa dalam pengambilan kebijakan daerah, mekanisme musyawarah dan mufakat dapat menjadi cara efektif untuk menghindari konflik kepentingan antar kelompok.

“Pemerintahan yang baik harus hadir dengan keteladanan. Kejujuran dan kesederhanaan bukan tanda kelemahan, tapi bukti integritas,” kata hermansyah.

Sementara itu, Toto Marjito menekankan pentingnya kejujuran dan keadilan sosial dalam menjaga kepercayaan publik terhadap pemerintah. Ia menyebut, nilai-nilai kesederhanaan dalam kepemimpinan merupakan bentuk teladan moral yang perlu dihidupkan kembali di tengah maraknya pragmatisme politik.

Kegiatan yang dipandu oleh Desy Mustikamah sebagai moderator berlangsung interaktif. Para peserta mengikuti jalannya diskusi. Banyak di antara mereka menilai tema yang diangkat sangat relevan di tengah tantangan moral dan sosial yang dihadapi bangsa saat ini.

Selain membahas konsep, narasumber juga menyoroti implementasi nyata dari nilai budaya dalam penyelenggaraan pemerintahan. Di antaranya melalui pendidikan dan sosialisasi nilai budaya sejak usia dini, penyusunan kebijakan publik yang inklusif dan berbasis partisipasi, penegakan hukum yang adil, serta pengawasan terhadap penyelenggara negara yang dilakukan secara transparan dan melibatkan masyarakat.

Syarifatul menilai, langkah tersebut penting untuk menjaga agar nilai-nilai dasar bangsa tidak tergerus oleh modernisasi dan globalisasi. Ia menekankan, kemajuan teknologi dan ekonomi tidak boleh membuat bangsa kehilangan jati dirinya.

“Pemerintahan yang baik bukan hanya diukur dari seberapa cepat mengambil keputusan, tapi juga seberapa kuat ia berpegang pada nilai budaya dan moral bangsa,” tutupnya.

Indra/Rdk/Adv