BERAU, GLOBAL-SATU.COM – Di hamparan hijau kebun kakao di Kampung Birang, Kecamatan Gunung Tabur, tampak deretan tanaman jagung tumbuh subur berdampingan. Pemandangan ini menjadi bukti nyata bagaimana lahan yang dikelola secara bijak mampu memberikan manfaat ganda bagi masyarakat.
Program ini merupakan bagian dari Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) PT Berau Coal yang bekerja sama dengan Pemerintah Daerah dan masyarakat Kampung Birang. Melalui konsep tumpang sari antara tanaman kakao dan hortikultura jagung, program ini tidak hanya berfokus pada ketahanan pangan, tetapi juga menjadi strategi nyata dalam memperkuat ekonomi lokal agar masyarakat tetap produktif dan mandiri.
Pada Senin (13/10/2025) lalu, masyarakat Kampung Birang bersama PT Berau Coal menggelar panen jagung bersama yang menjadi momentum penting keberhasilan penerapan sistem tumpang sari di lahan perkebunan kakao.
General Manager Operational Support and Relations PT Berau Coal, Cahyo Andrianto, menyampaikan bahwa program CSR atau PPM perusahaan berfokus pada dua bidang utama, yakni ekonomi dan pendidikan. Salah satu implementasinya adalah pengembangan perkebunan kakao yang dikombinasikan dengan tanaman hortikultura seperti jagung melalui metode agroforestry atau tumpang sari.\

“Melalui sistem ini, tanaman kakao dapat tumbuh berdampingan dengan tanaman produktif seperti jagung. Selain menjaga kesuburan tanah, pola ini juga memberikan tambahan penghasilan bagi petani selama menunggu kakao berbuah, yang biasanya membutuhkan waktu tiga hingga empat tahun,” jelas Cahyo.
Ia menambahkan, sistem tumpang sari menjadi solusi bagi petani agar tetap memiliki sumber pendapatan selama masa tanam kakao. “Saat kakao belum berproduksi, petani sudah bisa memperoleh pemasukan dari panen jagung atau tanaman hortikultura lainnya,” ujarnya.
Sebagai bentuk dukungan nyata, PT Berau Coal turut memberikan bantuan infrastruktur pertanian, seperti pembangunan pendopo, akses jalan tani, dan jembatan. Selain itu, perusahaan juga menyediakan bibit kakao dan jagung, pupuk, serta sarana produksi pertanian (saprodi). Para petani pun mendapatkan pendampingan teknis melalui sekolah lapang budidaya kakao yang melibatkan tenaga ahli di bidang pertanian.
Camat Gunung Tabur, Lutfi Hidayat, memberikan apresiasi atas kepedulian PT Berau Coal terhadap masyarakat melalui sektor pertanian yang berbasis potensi lokal. “Kegiatan panen ini bukan hanya seremoni, melainkan bentuk nyata kepedulian perusahaan terhadap kesejahteraan masyarakat. Kami mengapresiasi PT Berau Coal yang telah memfasilitasi kebutuhan petani di Birang,” ungkapnya.
Kepala Kampung Birang, Samsuri, menuturkan bahwa wilayahnya dikenal sebagai salah satu sentra kakao di Kabupaten Berau. Dari tiga lokasi penanaman di RT 1, RT 2, dan RT 4, dua di antaranya kini mulai berbuah. “Sekitar tiga hektare tanaman kakao sudah menghasilkan buah, dan hasilnya cukup menggembirakan,” ujarnya.
Ia menambahkan, dukungan PT Berau Coal dalam bentuk bibit, pupuk kompos, serta pendampingan teknis sangat membantu petani setempat.
“Kami berterima kasih atas dukungan PT Berau Coal. Dengan adanya kerja sama dan pendampingan, hasil pertanian kami jauh lebih baik,” ucapnya.
Salah satu petani binaan, Lamin, mengaku merasakan manfaat besar dari program tersebut. “Kami diajari cara menanam, merawat, sampai memanen kakao. Selain itu, juga dibantu bibit dan pupuk. Sekarang dengan sistem tumpang sari ini, kami bisa tetap punya penghasilan sambil menunggu kakao berbuah,” katanya.
Sekretaris Dinas Perkebunan (Disbun) Berau, Mansur Tanca, menilai sistem tumpang sari merupakan langkah tepat dalam budidaya kakao. “Tanaman kakao memerlukan tanaman pelindung agar tumbuh optimal. Dengan sistem tumpang sari, petani tidak hanya menjaga kondisi lahan, tetapi juga memiliki penghasilan sebelum kakao berproduksi di tahun ketiga,” jelasnya.
Ia menilai, model pengembangan kakao dan hortikultura yang diterapkan PT Berau Coal di Kampung Birang dapat menjadi contoh pemberdayaan berkelanjutan di wilayah lain di Kabupaten Berau.
“Kolaborasi antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat seperti ini adalah bentuk nyata pembangunan ekonomi yang selaras dengan lingkungan. Ini menjadi arah menuju kemandirian ekonomi berbasis potensi lokal,” pungkasnya.
Indra/Adv
.
.
.




