banner 728x250.

Lahan Persawahan di Kukar Tercemari Limbah Tambang, Kerugian Capai Rp1,3 Miliar

banner 728x250. banner 728x250.
Dilihat: 734 kali

SAMARINDA – DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menerima laporan Kelompok Tani Sriwarga Desa Loa Duri Ulu beserta kuasa hukum DPC Projo Kutai Kartanegara (Kukar). Permasalahan diduga karena adanya aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh PT Multi Harapan Utama (MHU).

Kejadian berawal sejak tahun 2012, PT MHU masuk ke wilayah sekitar Dusun Batu Hitam Loa Janan Ulu melakukan sosialisasi hingga mulai aktif kegiatan menambang mulai akhir tahun 2013.

Pada tahun 2014, lahan sawah warga sekitar mulai tercemar oleh limbah tambang dari PT MHU. Hal ini mengakibatkan rusaknya parit pertanian sepanjang kurang lebih 1.800 meter. Selain itu sejak tahun 2016, lahan sawah warga yang terdampak seluas 5,2 hektare tidak dapat lagi ditanami padi.

Padahal sebelum terdampak limbah tambang, sawah tersebut produktif bisa dipanen dua kali dalam satu tahun. Nilai kerugian dari lahan pertanian yang sudah tidak dapat digarap sejak tahun 2016 ini pun berkisar sekitar Rp1,3 miliar.

Atas dasar nilai perhitungan kerugian yang difasilitasi oleh UPTD Pertanian Kabupaten Kukar ini, kelompok tani sriwarga mengajukan permohonan kompensasi kerugian lahannya sebesar 1,3 miliar ke PT MHU. Namun, dari PT MHU hanya menyanggupi Rp75 juta. Lalu naik menjadi Rp100 juta untuk lahan seluas 5,2 hektare.

Menanggapi itu, Wakil Ketua DPRD Provinsi Kaltim Ir Seno Aji berpendapat sebenarnya ini masalah biasa. Terutama, dalam perusahaan tambang. “Pasti akan terjadi hal seperti ini, dimana perusahaan tambang beroperasi pasti dampaknya akan terkena ke masyarakat,” ujarnya, Selasa (7/3/2023).

Meski dampak dari aktivitas tambang baru terasa sekarang, tinggal bagaimana semua pihak mau mengkondisikan permasalahan ini agar segera clear. Maka dengan adanya rapat dengar pendapat (RDP) yang difasilitasi DPRD Kaltim ini, ia berharap supaya permasalahan keduanya bisa teratasi.

“Komunikasi RDP kita berjalan dengan baik, kelompok tani juga paham bahwa mereka sudah mendapatkan hasil selama ini dari PT MHU. Tentu saja ada angka penggantian 5,2 hektare itu yang diminta warga, ada diangka Rp700 juta,” bebernya.

Pada intinya dari RDP ini, perwakilan PT MHU akan menyampaikan nilai sebesar Rp700 juta ke manajemen pusat PT MHU. Selambatnya, jawaban atau respon dari pimpinan PT MHU akan disampaikan kembali ke warga pada hari Senin (13/3/2023).

“Namun PT MHU masih berkutat diangka Rp100 juta. Tentunya ini akan kita lihat besok di hari Senin (13/3/2023), pastinya akan ada hasilnya. Nanti hasilnya disepakati bersama untuk dibayarkan pihak MHU, jadi kita tunggu saja,” sambungnya.

Sementara itu, Samri selaku perwakilan PT MHU menyampaikan bahwa persoalan ini sudah melalui beberapa kali mediasi bahkan menghasilkan dua poin kesepakatan. Antara lain dari penanganan aspek teknis dan non teknis.

Dari aspek teknis, dilakukan normalisasi parit pada lokasi terdampak melalui kesepakatan bersama. Normalisasi parit dilaksanakan secara manual atau swadaya sepanjang kurang lebih 800 meter. Lalu, menggunakan alat berat sepanjang kurang lebih 2.000 meter.

Sedangkan penanganan untuk aspek non teknis, PT MHU menawarkan kompensasi ganti rugi lahan warga diangka Rp100 juta. Namun, kompensasi ini belum menemui kesepakatan perihal bentuk dan atau nilai ganti ruginya. Dengan catatan, angka Rp100 juta yang ditawarkan ini bukan nilai tetap dan masih bisa bertambah.

“Sudah kami lakukan dengan dua metode, ada yang menggunakan alat berat dan manual. Kalau untuk kompensasi, kita akan memberi kepastian setelah melalui tahap penawaran atau penyampaian informasi kepada para pimpinan PT MHU,” terangnya.(Nng/Lyd)